Sabtu, 22 Agustus 2009

Kisah AI dan H1N1 dalam Dirgahayu ke 64 RI

flu burung/Avian Influenza (AI) di Indonesia telah menyebabkan banyaknya korban manusia yang meninggal. Tercatat jumlah manusia yang meninggal sebanyak 129 orang dari 155 kasus positif pada manusia, dan angka tersebut merupakan angka tertinggi di dunia. Dengan kata lain, Indonesia merupakan negara nomor satu kasus flu burung dengan korban manusia terbanyak. Jika terjadi pandemi, maka dapat dipastikan korban manusia yang meninggal akan jauh lebih besar. Namun kekhawatiran akan terjadinya pandemi flu burung setelah kasus itu berjalan lebih dari lima tahun di Indonesia belum juga terbukti meski levelnya sudah sangat memprihatinkan.

Belum selesai kasus flu burung, muncul serangan virus flu H1N1 yang pada 11 Juni 2009 dideklarasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Pandemi. Pandemi H1N1 tahun ini ‘menggenapi’ kasus-kasus pandemi selama abad 20 ini. Sedikit memberikan kilas balik, kejadian pandemi influenza yang terjadi dari masa ke masa itu antara lain; flu Spanyol (Spanish flu) pada 1918-1919, yaitu strain H1N1 yang menyebabkan 50 juta orang meninggal di seluruh dunia. Kemudian pada 1957-1958, serangan Asian flu (H2N2) yang menyebabkan 2 juta orang meninggal di seluruh dunia. Lalu yang ketiga pada 1968-1968, Hong Kong flu (H3N2) yang menyebabkan 0,7-1 juta orang meninggal. Saat ini kembali menyerang virus H1N1 yang telah dikonfirmasi ada di lebih dari 160 negara termasuk Indonesia.

Di dunia, sampai dengan tgl 8 Agustus 2009 jumlah individu yang terinfeksi flu A-H1N1-2009 tercatat 206.987 pasien positif flu A-H1N1 – 2009, 1673 diantaranya meninggal (sumber ECDC). Di Indonesia sendiri, pada 10 Agustus 2009 kemarin, Depkes menyatakan jumlah kasus Flu A-H1N1 2009 total sebanyak 771 kasus positif dan 3 orang meninggal, tersebar di 22 provinsi.

Wabah zoonosis, seperti flu burung dan flu H1N1, tidak dapat ditangani oleh satu, dua, atau tiga Departemen teknis saja, namun membutuhkan kerjasama lintas sektoral yang bersifat komprehensif, terpadu, dan terkoordinasi yang difasilitasi oleh suatu kelembagaan yang kuat, yang memiliki kemampuan koordinasi, kewenangan operasional, yang memungkinkan lembaga tersebut bertindak cepat dalam menagatasi situasi darurat. Maka di sini perlu adanya sebuah lembaga yang memiliki kewenangan otoritas Veteriner (drh. Wiwiek Bagja, 2009).

Di usia yang genap menginjak 64 tahun ini, semoga negara kita bisa belajar lebih banyak dari pengalaman, malanjutkan dan lebih mengefisiensikan program-program yang sudah ada terkait penanganan kasus-kasus yang tengah terjadi. Pengembangan sistem pencegahan dan penanganan penyakit-penyakit berasal dari hewan yang berpotensi wabah bagi manusia. Termasuk kesiap-siagaan untuk menghadapi pandemi, juga perhatian terhadap penegakan otoritas Veteriner sebagai bagian penting (front line) dalam menghadapi berbagai kasus penyakit menular, khususnya zoonosis, yang melanda akhir-akhir ini.

Dirgahayu Republik Indonesia – “Jadilah pemuda terbaik bangsa sebagai bentuk perjuangan kemerdekaan, karena kemerdekaan harus tetap dipertahankan,,, MERDEKA!!!” (17/08/09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar