Jumat, 03 Februari 2012

Perlunya Pendekatan ‘Manpower Planning’ Sedini Mungkin dalam Mendukung Perjuangan Profesi Veteriner


” Apabila kita menyerahkan sesuatu tidak kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”


Heboh ‘pencopotan’ drh. Prabowo dari jabatannya sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang baru berjalan selama satu tahun dan bukan tanpa prestasi. Selama beliau menjabat sebagai Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, berbagai masalah dan penyimpangan di subsektor peternakan terungkap ke permukaan dan menjadi perhatian publik. Masih jelas dalam ingatan, beberapa waktu yang lalu setelah disahkannya UU No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kita sepakat dan paham bahwasanya Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan merupakan cerminan dari pemegang kewenangan tertinggi di bidang Veteriner, atau Chief of Veterinary Officer (CVO) kalau menurut istilah dari World of Animal Health Organization (OIE). Lalu, apakah masih perlu dipertanyakan kalau pemegang kewenangan tertinggi tersebut harus seorang dokter hewan (veterinarian)? Jika masih ada pertanyaan seperti itu (apakah harus dokter hewan? .red), maka akan saya jawab dengan tegas; IYA, harus dokter hewan!.
Sayangnya yang terjadi di negeri ini tidak selalu seideal yang kita bayangkan. Penggantian drh. Prabowo sebagai CVO oleh orang non-vet bisa jadi sudah lama direncanakan oleh penguasa yang luar biasa deal politiknya, hanya saja ‘tertunda’ selama satu tahun. Mungkinkah seperti itu?Entahlah… Namun ketika saat ini pejabat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan bukan seorang dengan latar belakang ‘Kesehatan Hewan’, atau katakanlah ‘Dokter Hewan’, maka pertanyaan yang muncul berikutnya adalah; Apakah akan ada bedanya di era ini?? Bayangkan saja, yang terjadi di era ini; lab keswan (kesehatan hewan) saja dipimpin oleh insinyur tanaman. Bahkan pada level menteri di kabinet saat ini misalnya, menteri pariwisata ngurusinnya tambang dan energi, sementara pertanian yang tanaman diurus oleh menteri ternak….(?). Sepertinya tidak berlaku istilah ‘the Right man in the Right place’ dalam konteks ini. Saya pun yakin kita juga sepakat dan paham bahwa jika kita menyerahkan sesuatu tidak kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
Kembali menyoal CVO atau pun hal-hal lain yang berada dalam lingkar profesi Kedokteran Hewan, yang ingin saya bahas bukan soal politik atau mencari apa/siapa yang benar dan salah, melainkan sebuah instropeksi, atau sebut saja mencoba untuk (kembali) berfikir konstruktif dari dalam. Karena ketika, misalnya, kata dan substansi ‘politik’ itu dikesampingkan, maka bisa jadi pertanyaan yang kemudian muncul adalah; Apakah sudah tidak ada lagi dokter hewan yang berkompeten(the right man), sehingga lab keswan saja atau bahkan CVO dipegang oleh orang non-vet? Pekerjaan rumah PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia) serta tantangan bagi IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) bertambah karena faktanya bidang kehewanan dan mekanisme perannya belum dipahami oleh masyarakat intelektual. Mencoba untuk survive dengan kekuatan sendiri memastikan perjuangan ini masih akan menempuh jalan yang sangat panjang. Perjuangan profesi yang tentunya tidak hanya ke luar tapi juga ke dalam, yakni membentuk ‘the right man’ karena sejatinya kepemimpinan itu dibentuk, bukan dilahirkan. Lalu kita dapat berkata, ”Put our right man in the right place!”.
Salah satu kuncinya adalah pendekatan ‘manpower planning’ atau perencanaan sumberdaya manusia (SDM) secara sistematis yang perlu dilakukan sedini mungkin. Melalui perencanaan SDM inilah dilakukan penetapan strategi untuk memperoleh, memanfaatkan, mengembangkan, dan mempertahankan SDM sesuai dengan kebutuhan profesi veteriner sekarang dan pengembangannya di masa depan. Diperlukan juga upaya untuk menilai dan menggali minat serta kompetensi generasi calon dokter hewan hingga memahami nilai-nilai(values) yang ada pada dirinya, kemudian disesuaikan dengan bidang pekerjaan yang tepat buatnya. Pengkaderan calon dokter hewan yang prospektif untuk diarahkan ke ranah birokrat atau pemegang kewenangan di lingkar pemerintah misalnya, tentu akan berbeda dengan pengkaderan calon dokter hewan klinik-kerumahsakitan atau swasta veteriner, dan lain sebagainya. Pendekatan ‘manpower planning’ membawa harapan profesi veteriner akan memiliki orang-orang yang tepat (the right man), baik secara kompetensi maupun jumlah, di berbagai lini atau bidang yang memang merupakan ranah kompetensi profesional dan kewenangannya.
Maka dari itu, pendekatan vertikal perjuangan profesi, khususnya yang dilakukan oleh PDHI, idealnya tidak hanya vertikal ke atas tetapi juga yang tidak kalah penting adalah vertikal ke bawah. Sekali lagi, karena investasi dokter hewan Indonesia yang didukung dengan perencanaan SDM (manpower planning) harus dilakukan sedini mungkin. Apalagi jika mahasiswa kedokteran hewan dianggap sebagai aset utama organisasi, yang akan meneruskan perjuangan profesi ini ke depannya, maka peran aktif PDHI dalam melakukan investasi serta ‘manpower planning’ dari para mahasiswa calon dokter hewan tersebut sangat diperlukan. Harus disadari bahwa profesi ini tidak hanya dianugerahi generasi penerus yang cerdas tetapi juga semakin bertambah secara kuantitas. Pendekatan ‘manpower planning’ melalui serangkaian seleksi, pelatihan, pembinaan, serta sharing knowledges dari para profesioanal dokter hewan di berbagai bidang akan mendukung perwujudan sebuah great system pengelolaan sumberdaya manusia calon dokter hewan ke depannya.
Akhirnya, terlepas dari permainan penguasa politik yang ada di era ini, kebangkitan Indonesia bukan suatu hal yang mustahil di masa yang akan datang. Jika dan hanya jika setiap bidang mampu membentuk “the right man”nya masing-masing melalui paradigma berfikir ini, lalu bersama-sama meneriakkan “Put our right man in the right place!”. Tidak akan lagi Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan atau CVO adalah orang non-vet, lab keswan dipimpin oleh insinyur tanaman, atau menteri pariwisata yang ngurusin tambang dan energi, serta pertanian yang tanaman diurus oleh menteri ternak. Tidak akan lagi tiap bidang ilmu itu diatur “gambreng” walau serumpun, seperti yang terjadi di negara kita selama ini. Tetapi masing-masing melalui organisasi profesi bersama dengan institusi pendidikannya. Semoga ini dapat menjadi harapan kita semua, untuk Indonesia yang lebih sehat dan bermartabat di masa yang akan datang. Viva vets!

*Mahasiswa PPDH angkatan II/2010 FKH-Institut Pertanian Bogor
co. founder Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) Corp. IMAKAHI
e-mail: vet_arthur@yahoo.com

Investasi SDM Dokter Hewan Indonesia


“Jika ingin kemakmuran 1 tahun tumbuhkanlah benih, jika ingin kemakmuran 10 tahun tumbuhkanlah pohon, dan jika ingin kemakmuran 100 tahun tumbuhkanlah (didiklah) manusia”


Beberapa waktu yang lalu kita dipanaskan dengan wacana, berita, serta motivasi-motivasi untuk siap menghadapi persaingan global. Banyak pesan yang disampaikan dalam pelaksanaan seminar-seminar atau acara-acara terkait soal bagaimana dokter hewan Indonesia sebaiknya bersikap dan melakukan persiapan-persiapan dalam menghadapi persaingan antar dokter hewan khususnya di era globalisasi. Ketika berbicara globalisasi artinya persaingan antar dokter hewan tersebut tidak hanya pada tataran lokal atau nasional saja tetapi juga dalam tataran global atau internasional. Namun jika kita mau melihat lebih dekat lagi, di Indonesia khususnya, persaingan yang paling esensial justru bukan antar dokter hewan melainkan kewenangan/otoritas profesi ini yang di beberapa tempat masih harus “bersaing” dengan pekerja-pekerja non profesi. Salah satu contoh nyata seperti yang pernah diungkapkan oleh seorang dokter hewan senior di salah satu lembaga yang bergerak di bidang pengembangan teknologi reproduksi hewan milik pemerintah, dimana beliau mendapat perlakuan “diminoritaskan” di lahan yang merupakan bidang keahlian/legal praktiknya. Sangat miris, dan saya kira masih banyak contoh lain yang bernada sama di negeri ini. Lantas, apa yang dapat kita lakukan?

Investasi SDM
Seperti yang pernah disebutkan dalam tulisan saya di majalah Infovet edisi 195 Oktober 2010 (halaman 56-57) bahwa perubahan itu seharusnya dimulai dari perubahan pada aspek pelaku perubahan, yaitu manusia. Memulai dari manusia kemudian faktor eksternal di luar itu akan secara otomatis menyertai. Maka dari itu, untuk dapat memenangkan persaingan tidak ada pilihan lain kecuali memberikan perhatian lebih pada manusianya (people centred), memusatkan perhatian pada aspek manusia hingga profesi ini memiliki SDM yang berkualitas. Semakin banyak SDM berkualitas yang dimiliki profesi ini akan semakin besar pula peluang yang dimiliki untuk bisa memenangkan persaingan atau kompetisi, bahkan memetik manfaat maksimal dari yang namanya globalisasi.
Dalam sebuah tulisannya, Drh. Ni Luh Putu Mirnawati mengungkapkan bahwa “…belum 100% dokter hewan kita siap bersaing. Mereka merasa masih kurang pengetahuan, belum cukup mampu dan merasa tertinggal jauh”. Untuk mencegah jangan sampai itu terjadi, maka tidak bisa lain kecuali secara sengaja memberikan prioritas kepada investasi SDM. Prioritas ini pada level dasar harus dilakukan sedini mungkin, sejak calon-calon dokter hewan itu duduk di bangku perkuliahannya masing-masing, sejak mereka masih menyandang gelar sebagai ‘mahasiswa’. Pendidikan dan pelatihan adalah salah satu jalan. Catatannya adalah bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan yang sekadar ilmu biasa melainkan ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan karakter. Karakter terdiri atas serangkaian nilai-nilai dan proses pembentukannya tidak membutuhkan waktu yang sedikit. Butuh waktu yang lama dan harus dilakukan secara terus menerus hingga suatu ketika nilai-nilai tersebut menjadi karakter diri. Itulah salah satu alasan kenapa investasi SDM yang berlandaskan pembangunan karakter harus dilakukan sedini mungkin.
Profesi ini memiliki peluang dan potensi yang besar untuk bisa maju. Profesi ini tidak hanya dianugerahi generasi penerus yang cerdas tetapi juga semakin bertambah secara kuantitas. Yang dibutuhkan hanyalah lingkungan dan iklim yang kondusif sebagai tempat generasi ini mengembangkan potensi luar biasa yang dimilikinya, membangun budaya unggul (culture of excellences), agar tercapai critical mass yang mencukupi untuk bisa membawa profesi ini maju, maka niscaya profesi ini akan bergerak maju dan siap untuk bersaing. Bahkan kalau perlu menanamkan sebuah “Stockdale Paradox”, yaitu sebuah keyakinan yang kuat bahwa kami pada akhirnya akan berhasil, meski dihadapkan pada rintangan yang amat sulit. Dan pada saat yang bersamaan, kami akan terus berani menghadapi realitas persaingan, betapapun kerasnya derap persaingan itu.
Investasi SDM dokter hewan Indonesia membutuhkan usaha-usaha dan proses yang tentu tidak biasa. Sebuah proses panjang yang membutuhkan kondisi, presistensi, konsistensi, dan irama perubahan yang konstan untuk mencapai sebuah “long lasting change”. Sebuah proses panjang yang dibangun secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, kami kembali membawa harapan tersebut agar mendapat perhatian lebih dari institusi-institusi yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan khususnya, juga stakeholders terkait baik pemerintah, swasta, termasuk media, dan tentu saja Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) serta Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI). Kutipan kalimat di awal penulisan ini merupakan analek Konfusius yang dipakai para pemimpin Cina dan Jepang untuk memajukan negaranya. Makna “tumbuhkanlah manusia” berarti harus bermula pada pembangunan karakter manusia itu sendiri. Jika telah sampai pada tahap ini, seseorang akan menjaga nilai-nilainya dan tidak mudah bagi orang lain atau sistem di luar dirinya untuk mengubah nilai-nilai tersebut. Sebagai informasi, sejak 2009 lalu IMAKAHI telah mencoba mengimplementasikan paradigma berfikir ini melalui supporting system-nya; Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) Corp. Dan saya yakin IMAKAHI terbuka untuk segala jenis masukan dan kerjasama. Semoga ini hanya bagian dari langkah awal pembangunan great system pengelolaan SDM dokter hewan Indonesia sebagai bentuk perhatian dari para pemangku kepentingan, menuju Indonesia yang lebih sehat dan bermartabat.
Salam pemberdayaan! Viva Vets!


*Mahasiswa PPDH angkatan II/2010 FKH-Institut Pertanian Bogor
co. founder Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) Corp. IMAKAHI
e-mail: vet_arthur@yahoo.com

Kamis, 24 November 2011

Kiat Menulis (Kuliah Jurnalistik VISI)


Saat Malas dan Tidak Ada Ide

Seorang penulis atau narablog pasti pernah merasakan suatu titik jenuh dalam menulis. Entah itu sedang malas, tidak ada ide, ataupun karena faktor-faktor lainnya. Sekalipun menulis bukan kewajiban, namun suatu waktu kegiatan menulis harus dipilih untuk meminimalisir kegiatan yang negatif. Yeah, lebih baik menulis yang bener daripada menulis yang nggak-nggak, betul ga?

Beberapa kiat mengembalikan gairah menulis
Banyak kiat yang bisa kita upayakan untuk mengembalikan gairah menulis kita di saat sedang bosan, jenuh, atau tidak ada ide, antara lain:

1. Blogwalking
Blogwalking, atau jalan-jalan dari satu blog ke blog lain tidak berarti harus berkomentar, namun bisa juga hanya membaca postingan tetangga blog kita. Namun harus diingat, bacalah secara santai dan seksama, karena dengan begitu kita akan mendapat dua keuntungan. Yang pertama adalah kita mendapat wawasan baru, dan kedua adalah melatih diri untuk menjadi penyimak yang baik.
Diharapkan dengan blogwalking, keinginan menulis kita akan timbul. Dengan blogwalking, seseorang juga bisa mendapat ide segar untuk bisa dituangkan ke dalam tulisan. Simpel, bukan? Yup, cukup simpel, tapi rumit ketika rasa malas untuk menulis masih tetap ada.

2. Salin-tempel atau Copy-paste
Cobalah mencari beberapa artikel yang sekiranya bagus dan dapat menumbuhkan ide untuk menulis. Bila ketemu, salin tempel lah artikel tersebut di blog kita. Namun tentu ada beberapa ketentuan yang harus kita perhatikan sebelum menyalin tempel tulisan seseorang, antara lain: Kita harus mendapatkan izin dari penulis artikel tersebut, dan kedua, berikanlan tautan balik yang clickable (bisa diklik).
Memberikan tautan balik tidaklah semata-mata memberikan backlink kepada penulis asli, namun lebih kepada pertanggungjawaban ilmiah kita dalam menerbitkan suatu tulisan, sekaligus juga memberikan penghargaan berupa pengakuan akan karya cipta penulis asli.
Takut terjadi duplicate content yang berujung kena hukuman dari google? Gila, hari gini masih takut yang kayak gituan??? Dasar newbie lu!!! Dan sudah bukan zamannya lagi bagi saya membahas hal seperti ini lagi di sini.
3. TULIS APAPUN YANG KELUAR DARI BENAK ANDA
Tulislah apapun yang keluar dari benak anda. Tidaklah usah peduli dengan atau apapun. Tujuan anda sekarang adalah mengembalikan gairah menulis dan juga mencari ide menulis. Biasanya dengan menulis seperti itu, ide perlahan-lahan akan timbul dengan sendirinya. Dan ketika pola menulis anda telah kembali, silakan sunting/edit kata atau kalimat yang dirasa kurang berkenan untuk diterbitkan.



Hal yang Malas Dilakukan oleh Kebanyakan Penulis


Rasa enggan dalam melakukan suatu kegiatan biasa melanda setiap orang. Tak terkecuali seorang narablog, mereka juga manusia yang mempunyai sifat ego dan juga sifat malas (futur).
Meski tidak semuanya, namun saya perhatikan banyak narablog terkesan malas atau ogah-ogahan terhadap beberapa hal berikut ini.

Membuat halaman profil
Halaman profil, baik itu profil blog maupun profil admin memang tidak mutlak harus ada, tapi keberadaan halaman tersebut menunjang eksistensi suatu blog di internet.
Halaman profil mungkin tidak diperlukan bagi narablog anonim. Namun sering dijumpai, narablog yang bukan anonim pun belum memiliki atau menulis halaman profil di blog mereka. Ada saja alasannya, entah itu sibuk (ngaku sibuk tapi posting terus tiap hari), belum memiliki ide, dan malas.
Menurut asumsi saya, kemalasan tersebut disebabkan karena ego pribadi. Untuk apa membuang waktu untuk menulis sesuatu yang tidak menarik bagi orang lain? Untuk apa menulis sesuatu yang tidak akan mendatangkan pengunjung/komentar? Untuk apa blah blah blah, dan seterusnya.

1. MENGUPDATE HALAMAN PROFIL
Katakanlah halaman profil telah dibuat, diisi seadanya, mungkin berisi pendahuluan, nama, alamat, kegiatan/pekerjaan, dan juga status pernikahan. Saya sering menjumpai bahkan mengalaminya sendiri (LOL), halaman profil tidak pernah dimutakhirkan sama sekali, sekalipun yang bersangkutan telah berganti status baik pekerjaan, ataupun pernikahan.

2. MENGUPDATE TULISAN LAMA
Postingan yang telah lama tenggelam oleh postingan baru terkadang perlu dimutakhirkan isinya. Bisa saja postingan lama tersebut berisi sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, seperti sumber yang salah, tips yang konyol, tautan dan informasi unduh yang sudah kadaluarsa, dan lain-lain.
Mengupdate isi posting yang keliru merupakan salah satu nilai positif tersendiri bagi seorang narablog, dan terkesan “niat ngeblog” dan “professional“.
Jujur saja, saya pribadi malas mengupdate postingan lama saya, padahal banyak orang yang mengaksesnya dan mempertanyakan isinya (LOL).
3. Menanggapi komentar di tulisan lama
Sering terjadi, pengunjung membaca postingan lama kita, serta berkomentar di sana. Jikalau komentarnya hanya sekedar lewat atau basa-basi, mungkin masih bisa diabaikan. Namun bila komentar tersebut berupa pertanyaan atau setidaknya membutuhkan tanggapan, maka hal yang terbaik adalah menanggapi atau menjawab komentar dari pengunjung tersebut.
Terkadang kita sangat malas menanggapi komentar di posting lama, karena mungkin ego bermain di situ. Untuk apa menanggapi komentar di postingan yang saya sendiri sudah melupakannya? Untuk apa menanggapi satu orang di posting lama, sementara ada posting baru yang lebih bagus? dan lain sebagainya.


• Teruslah berlatih menulis. Jangan pernah berhenti menulis. Sebab menulis itu seperti menyetir mobil. Semakin tinggi jam terbang Anda, maka keahlian Anda pun insya Allah semakin baik.
• Rajin-rajinlah membaca buku-buku yang berkualitas. Jika tubuh kita diibaratkan “pabrik penulis”, maka inputnya – antara lain adalah bacaan, dan outputnya (atau produk yang dihasilkan) adalah tulisan. Dengan demikian, kegiatan membaca bagi seorang penulis sangat penting. Tulisan kita akan banyak diwarnai oleh jenis bacaan yang kita lahap. Bila Anda rajin membaca teenlit, maka Anda akan menjadi seorang penulis teenlit. Bila Anda rajin membaca opini di surat kabar, maka Anda akan menjadi seorang penulis opini. Demikian seterusnya.

Rabu, 23 November 2011

AMT VISI : Renungan dan Pilihan Hidup

Posted on Mei
Bogor –Pada hari Sabtu, 28 Mei 2011 diadakan AMT (Achievement Motivation Training) VISI bertempat di RK.B2 FKH IPB. Acara tersebut dibawakan oleh Kak Lesmana ( Ima Lesmana) dari ABCO. Beliau merupakan lulusan S1 FPIK IPB.

Beliau menjelaskan Hidup adalah sebuah pilihan dimana ada jalan yang salah, ragu-ragu dan jalan yang benar, tergantung kita memilih yang mana, Life is choice. Kita harus memiliki pola pikir yang positif, jangan selalu membawa suatu masalah ke dalam diri. Suatu masalah yang dihadapi merupakan sebuah pengalaman. Bagilah pengalaman yang didapat kepada orang lain,yang mugkin bisa dijadikan pembelajaran yang baik untuk kelak. Tujuan hidup harus memiliki visi yang jelas, pendirian yang kuat, pikiran yang dapat menjadi inspirasi, komitmen yang tinggi, yakin,dan kerja keras.

Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan. Kegagalan bukan ANDA, melainkan peristiwanya. Kegagalan itu adalah peristiwa yang harus diperbaiki dan selalu lakukan yang terbaik. Pasti ada hikmah dibalik semua peristiwa yang terjadi. Selain itu perlu introspeksi diri, lebih memahami potensi dan kekurangan diri. Jadilah diri sendiri, temukan sesuatu yang special dalam diri yang berbeda dengan orang lain. Dan selalu ingat dimana pun dan kapan pun, ada yang memperhatikan kita, yang Maha Kuasa.

Senin, 23 Mei 2011

Grand Launching VISI angkatan III : cinta profesi

Posted on Mei
Bogor – Pada tanggal 30 April 2011 lalu bertempat di FKH IPB diadakan Grand Launching VISI angkata III. Dalam acara tersebut hadir Prof. dr.drh Bambang Pontjo Pryosoerianto, Ph.D selaku Pembina IMAKAHI, Dr.drh. Heru Setijanto selaku Sekjen PB PDHI, dan drh. Wiwiek Bagja selaku ketua PB PDHI.

Acara dimulai dengan pembukaan, sambutan dari Direktur VISI Gita Tri W, sambutan dari Pembina IMAkAHI, sambutan dari SEKJEN PB PDHI, games ,dan materi dari drh.Wiwiek Bagja yang berjudul Profesi Dokter Hewan di Indonesia.
Beliau mengatakan bahwa hal pertama ynag harus dilakukan adalah mengenal kedokteran hewan. Kedokteran Hewan merupakan bidang ilmu yang hampir tuanya dengan kedokteran manusia. Pada awalnya ia merupakan pengembangan dari ilmu kedokteran yang memerlukan perbandingan (comparative medicine) serta memerlukan hewan coba untuk menemukan penyembuhan penyakit manusia. Profesi ini selanjutnya dikenal sebagai profesi Veteriner . selain itu juga harus memahami dan mengerti kedudukan kedokteran hewan. Hampir di seluruh negara di dunia, Ilmu Kedokteran Hewan sering diposisikan bersama dalam kelompok Ilmu Pertanian dikarenakan hewan-hewan yang penting bagi kehidupan manusia utamanya adalah hewan-hewan terkait pertanian yaitu TERNAK (sebagai penghasil pangan asal hewan berupa daging, susu dan telur) dan produksi ternak lainnya sebagai komoditi perdagangan/ekonomi. Namun sebenarnya ilmu kedokteran hewan berkembang dari ilmu kedokteran manusia.
Profesi veterinary sama dengan profesi medis, dimana sama –sama untuk menyembuhkan penyakit. VETERINER didefinisikan sebagai segala urusan yang berkaitan dengan HEWAN dan PENYAKIT – PENYAKITNYA, sedangan kedokteran manusian hanya menaggulangi penyakit manusia. Di Indonesia ,dalam KEPMENDIKBUD no.411/U/1994 tentang Kurikulum Nasional Program Sarjana Ilmu Pertanian dikenal Program yang diselenggarakan sesuai dengan Tataan Pohon Ilmu, yang terdiri dari Pohon Ilmu, Batang Ilmu dan Cabang Ilmu. Program Sarjana Ilmu Pertanian di Indonesia dinyatakan terdiri atas 6 Batang Ilmu yaitu : 1).Ilmu Pertanian 2).ILMU PETERNAKAN 3).Ilmu Perikanan 4).Ilmu Kehutanan 5). Ilmu Teknologi Pertanian dan 6). KEDOKTERAN HEWAN
kedudukan hewan bagi manusia terlihat dari adanya ilmu –ilmu yang khusus mempelajari dan memanfaatkan HEWAN yaitu : Ilmu Biologi (Fakultas Biologi), Ilmu Peternakan (Fakultas Peternakan), Ilmu Kehutanan – Satwa Liar (Fakultas Kehutanan), Ilmu Perikanan/Kelautan – Satwa Aquatik (Fakultas Perikanan), Ilmu Kedokteran Hewan (Fakultas Kedokteran Hewan) .
profesi kedokteran hewan (veteriner) ada yang mengambil Centaur (manusia berbadan kuda) atau Aesculapius sedangkan
Sejarah kata Veteriner ada dari zaman romawi yaitu“souvetaurilia” , sou-vetaurinarii”. Kemungkinan dari terminology lain yaitu dikenal hewan beban sebagai “veterina” dan suatu kamp penyimpanan hewan-hewan tersebut disebut “veterinarium”. Term “veterinarii” juga digunakan pada dukumen kuno sebagai “orang yang memiliki kekebalan khusus” karena memiliki “kompetensi khusus. Dari berbagai literature lain yang juga membahas istilah “Veterinarius“ diartikan sebagai orang-orang yang mengurus hewan beban/hewan pekerja.
Pengguna jasa dokter hewan adalah pemilik hewan dimana kepemilikan hewan oleh manusia didasarkan pada beberapa hal: memiliki nilai ekonomi/ profit , nilai psikologis dan empati bagi pemilik perorangan (hewan hobby/ hewan kesayangan/companion animal) , mempunyai fungsi pendukung khusus bagi negara (pengamanan dan penertiban) misalnya anjing pelacak dan kuda penertib dikeramaian (hewan pekerja milik negara), memiliki status khusus berdasarkan kesepakatan internasional sehingga merupakan satwa dilindungi (hewan/satwa konservasi) , diperlukan untuk kemajuan penelitian ilmu kedokteran /pengetahuan lainnya (hewan laboratorium ).

Lapangan kerja yang dapat digeluti lulusan kedokteran hewan antara lain : Food technology , Food inspection , Food hygiene , Consumer protection , Laboratories, Legislation, Artificial breeding , Zoos , Laboratory animals , Animal Welfare , Zoonoses , Veterinary medicine , Clinical health care, Disease control , Exotic diseases , Epidemiology , Quarantine , Livestock and animal products , Aquaculture , Wildlife , Environmental protection, Nutrition , Parasitology , Teaching , Research and development , Livestock marketing , Publications , Economics , Import animal production, Livestock industry organizations, Administration, International Cooperation, dan Professional organizations.
Stelelah materi dari drh. Wiwiek, ada beberapa pertanyaan seperti tentang kejenuhan profesi, kesulitan menangani suatu kasus dan persaingan dunia kedokteran hewan di dunia. Semua pertanyaan dijawab sesuai pengetahuan beliau. Acara terakhir yaitu coffe break,hiburan dan games untuk meramaikan suasana.

Kuliah VISI III yang ke-2 : Pengenalan Organisasi sejenis, Mencari Link dan Menjalin Kerjasama

Posted on Mei
Bogor- Sabtu kemarin, 21 Mei 2011 bertempat di FKH IPB RK. Klinik diadakan kuliah VISI yang ke-2 mengenai organisasi sejenis dan bagaimana mencari link dan menjalin kerjasama. Kuliah mengenai organisasi sejenis disampaikan oleh Andi Yekti Widodo,SKH, yang sekarang sedang menempuh PPDH di IPB.
Organisasi mahasiswa dibagi menjadi organisasi intra-kampus ( BEM, DPM/BLM/senat Mahasiswa, Himpro/UKM/Hima dll), ekstra-kampus (KAMMI, HMI, PMMI, dll) dan antar-kampus (IOMS, IMS, IMJS). Organisasi intra dan ekstra kampus memiliki hubungan dimana anggotanya adalah mahasiswa dari suatu perguruan tinggi, dan hungungan antar kampus meliputi beerapa perguruan tinggi yang menjalin suatu hubungan untuk mencapai satu suara nasional. Pedoman umum organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diatur dalam kep. Mendikbud RI No 155/U/1998, yaitu Organisasi kemahasiswaan intra-perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi, b.Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa untuk menanamkan sikap ilmiah, pemahaman tentang arah profesi dan sekaligus meningkatkan kerjasama, serta menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan, c.Organisasi kemahasiswaan antar perguruan tinggi yang sejenis menyesuaikan dengan bentuk kelembagaannya. Organisasi antar kampus sama dengan organisasi mahasiwa sejenis. Contohnya ISMKI (Fakultas Kedokteran),IMAKAHI ( Fakultas Kedokteran Hewan), IMILKI (Keperawatan), ILMAGI (Ilmu Gizi), ISMAFARSI (Fakultas Farmasi), JMKI (mahasiswa Kesehatan), dll. IOMS ( Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis) mewakili perab-peran strategis nasional dalam menghadapi isu-isu di bidang kesehatan, pertanian,dll. IMAKAHI sebagai salah satu IOMS memiliki peranan di banyak bidang dengan tujuan pencapaian isu Nasional. Untuk itu diperlukan manejemen organisasi agar dapat mengefisiensikan pemanfaatan sumber daya sehingga dapat mencapai tujuan bersama.

Materi kedua disampaikan oleh Benedictus Bobby Cristian mengenai mencari link dan menjalin kerjasama. Kerjasama dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu kerjasama dalam bidang sponsorship, pendidikan, dll. Menjalin kerjasama dan menjalin link diperlukan keahlian berkomunikasi yang baik satu sama lain sehingga kerjasama tersebut dapat mencapai suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Kerjasama harus dapat menguntungkan keduanya. Contoh suatu organisasi mengadakan kerjasam dengan perusahaan, harus dapat meyakinkan perusahaan tersebut keuntungan yang diperoleh dari kerjasama yang dilakukan, misalnya promosi. Intinya diperlukan pemahaman tentang posisi dan kondisi masing-masing agar dapt mencapai suatu kesinergisan.

Selasa, 22 Juni 2010

"Sungguh, ketika aku dihadapkan pada dua pilihan: membangun manusia atau membangun sistem, maka aku akan membangun manusia terlebih dahulu"

Tidak diragukan lagi, perubahan itu memang seharusnya dimulai dari perubahan pada aspek pelaku perubahan, yaitu manusia. Sehingga, membangun great organization berarti membngun great people. Membangun great system berarti membangun great people. Memulai dari manusia kemudian faktor eksternal di luar itu akan secara otomatis menyertai. Semoga paradigma berfikir seperti itulah yang kemudian seharusnya menjadi paradigma berfikir semua pihak yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia, khususnya di kelembagaan kampus.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayah-Nya sehingga kita masih diberi kesempatan untuk menjalankan aktivitas kita sehari-hari. Apa kabar Saudaraku? Ketika jalan untuk memperjuangkan profesi Veteriner di negeri ini masih terlihat sangat panjang, maka bersyukurlah karena kita masih hidup seiring berkembangnya jalan ini. Jalan yang mungkin pahit, karena sesungguhnya surga Allah itu manis. Senang rasanya ketika teman-teman akhirnya mampu memaknai salah satu dari sisi perjuangan profesi kita di tingkat mahasiswa, yaitu pengembangan kualitas sumber daya manusia yang ada atau terlibat di dalamnya. Sehingga tercipta calon dokter hewan yang bangga dengan profesinya, siap berkiprah dalam dunia kesehatan hewan Indonesia, serta siap terhadap tantangan globalisasi.
Jim Collins menuliskan dalam bukunya;”no matter how much you have achieved, you will always be merely good relative to what you can become. Greatness is an inherently dynamic process, not an end point.” Beberapa hal yang membedakan ‘good’ dengan ‘great’ adalah “time” dan “ending point”. ‘Good’ adalah sukses yang berjangka waktu dan memiliki ending point, sedangkan ‘great’ adalah kesuksesan berjalan, bersifat jangka panjang tanpa ada ending point. Selanjutnya, yang menarik adalah, perbedaan besar yang membedakan ‘good’ dengan ‘great’ adalah ‘people’. Great organization memberikan perhatian yang sangat besar pada sumber daya manusia (people) di dalamnya. Karena organisasi sangat menyadari bahwa manusia adalah aset utama organisasi, sedangkan selebihnya hanya sebatas alat.
Maka di FKH IPB pada awal tahun 2009 terciptalah sebuah VISI (Veterinary Integrity and Skill Improvement) sebagai bentuk kongkrit perjuangan profesi ditingkat mahasiswa, segala sesuatu tentang pengembangan kualitas sumber daya manusia, seperti yang telah diuraikan di atas. Sukses VISI di tahun pertamanya adalah sebagai pilot project yang kemudian direkomendasikan untuk dilaksanakan di FKH se-Indonesia. Sehingga memasuki tahun keduanya, 2010, jejak-jejak VISI akhirnya diikuti dengan akan berdirinya sebuah program sejenis di FKH UGM pada bulan September, dan segera menyusul di daerah Jawa Timur, tepatnya di FKH UNAIR yang saat ini sedang dalam perancangan. Semoga jejak-jejak ini kemudian dapat menjadi sebuah role model juga di FKH yang lainnya. Tentu dengan visi yang sama, yaitu demi terciptanya calon dokter hewan yang bangga dengan profesinya, siap berkiprah dalam dunia kesehatan hewan Indonesia, serta siap terhadap tantangan globalisasi.
Sungguh tidak ada sedikit pun kepentingan personal ataupun institusi di sini, karena pergerakan ini murni membawa misi yang bersih dan suci; Bersih dari ambisi pribadi, bersih dari kepentingan dunia, dan bersih dari hawa nafsu. Juga tidak mengharapkan sesuatu apapun dari manusia; tidak mengharapkan harta benda atau imbalan yang lainnya, tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih. Harapan besarnya hanyalah terciptanya generasi madani kedokteran hewan yang lebih profesional dan unggul dalam kompetensinya, serta kebaikan sepenuhnya dari Allah-Pencipta alam semesta.
Kita patut bersyukur karena masih diberikan kesempatan dan kekuatan untuk bisa bermanfaat bagi manusia yang lain, karena kita sadar bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling besar konribusinya dan paling bermanfaat bagi manusia yang lain. Kemudian yakinlah bahwa ketika kita fokus ke pengembangan SDM, maka sesungguhnya kita juga sedang berkembang. Ketika kita mengembangkan orang lain maka kita juga akan berkembang. Semoga kita bisa tetap istiqomah di jalan ini, jalan perjuangan yang mungkin akan sangat panjang, jalan yang mungkin pahit, karena sesungguhnya surga Allah itu manis. Semoga keikhlasan tetap kuat sebagai motivasi kita di jalan perjuangan ini, semoga persaudaraan tetap kuat sebagai ikatan kita di jalan perjuangan ini, dan semoga kebenaran tetap kuat sebagai ideologi kita di jalan perjuangan ini. Viva Vets!
Bogor, 20 Juni 2010-Arief Ervana, M