Senin, 14 September 2009
Sepenggal Kisah tentang “Social Skill on the Road”
Sudah tidak diragukan lagi kalau Bogor merupakan salah satu kota dengan tingkat kemacetan yang tinggi. Kota yang juga dijuluki sebagai kota ribuan angkot ini memang selalu terlihat ‘hijau’, bukan karena rindang pepohonannya, tapi jelas karena angkotnya. Belum mobil-mobil pribadi yang didominasi oleh plat ‘B’ dan ‘F’ tentu saja, belum kendaraan yang lain, dan yang lebih parah adalah sikap-sikap yang masih suka ‘seenaknya’ di jalan. Akhirnya, macet total!
Pun sore itu. Ketika itu, Sabtu, 12 September 2009, saya mengantar salah seorang dosen pulang ke rumahnya. Sepeda motor yang biasanya lincah nyelip kanan-kiri saat itu benar-benar tidak bisa bergerak, ya, kami terjebak macet total di perempatan yasmin sana! Pemandangan yang terlihat saat itu sungguh sangat tidak mengenakkan. Berbagai jenis kendaraan dari empat arah yang saling berlawanan ‘stuck’ di satu titik. Tidak tahu siapa yang salah dan tidak ada yang mau mengalah. Semuanya saling berlomba untuk mendapatkan tempat terdepan, jalannya masing-masing, demi urusanya masing-masing. Sampai-sampai pembatas jalanpun dipangkasnya. Pengap asap kendaraan, berdebu, berisik! Ada 3-4 warga dengan satu orang yang sepertinya Polisi sibuk mengatur lalu lintas repot itu menggantikan lampu lalu lintas yang ‘kebetulan’ mati…(?)
Sepertinya itu pemandangan biasa yang sudah biasa terjadi dalam sebuah kemacetan yang parah. Namun di luar itu semua, ada satu hal luar biasa yang mungkin tidak terfikirkan oleh kebanyakan orang. Pak dosen separuh baya itu turun dari motor, dengan kaki yang masih sakit (kelihatan dari jalannya yang sedikit tetatih), beiau bilang, “Kalau melihat kondisi macet seperti ini, biasanya bapak turun dan ikut membantu mengatur lalu lintas…” Lalu, beliau meringsek masuk ke tengah-tengah kemacetan dan berperan layaknya seorang Polantas. Beliau berteriak menertibkan, mengatur mobil dan kendaraan yang kadang tidak mengindahkan, berpindah dari sisi jalan yang satu ke sisi yang lainnya…
Akhirnya sayapun terbebas dari kemacetan itu. Melihat saya dan motor yang ditumpanginya siap untuk melanjutkan perjalanan kembali, saya pikir beliau akan menyudahi aksi (sosial)nya. Tapi ternyata tidak! Beliau masih melanjutkan sampai sekitar 20 menit kemudian. Selama waktu itu saya hanya bisa menunggu dan memperhatikan, dalam hati saya berfikir “Betapa malunya anak muda ini, seandainya saya tahu dimana bisa meletakkan motor untuk sementara, saya pasti ikut turun membantu beliau,,, hanya karena rasa malu!”…Hebat, beliau menunjukkan sebuah social skill yang belum tentu orang lain miliki, bahkan untuk sempat terpikirkan sekalipun. Ketika semua orang sibuk memikirkan urusan dan kepentingannya masing-masing, ketika sebagian besar orang hanya bisa mencerca kondisi tidak nyaman yang dialami, misal terjebak dalam kemacetan seperti cerita di atas, hanya sedikit yang tetap istiqomah dengan penuh keikhalasan melakukan suatu hal yang bermanfaat untuk orang lain yang jauh lebih banyak itu.
Khalifah Umar bin Khatab pernah berucap dalam doanya, “Ya Allah, jadikanlah kami dalam kelompok orang yang sedikit itu…”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar