Jumat, 03 Februari 2012
Investasi SDM Dokter Hewan Indonesia
“Jika ingin kemakmuran 1 tahun tumbuhkanlah benih, jika ingin kemakmuran 10 tahun tumbuhkanlah pohon, dan jika ingin kemakmuran 100 tahun tumbuhkanlah (didiklah) manusia”
Beberapa waktu yang lalu kita dipanaskan dengan wacana, berita, serta motivasi-motivasi untuk siap menghadapi persaingan global. Banyak pesan yang disampaikan dalam pelaksanaan seminar-seminar atau acara-acara terkait soal bagaimana dokter hewan Indonesia sebaiknya bersikap dan melakukan persiapan-persiapan dalam menghadapi persaingan antar dokter hewan khususnya di era globalisasi. Ketika berbicara globalisasi artinya persaingan antar dokter hewan tersebut tidak hanya pada tataran lokal atau nasional saja tetapi juga dalam tataran global atau internasional. Namun jika kita mau melihat lebih dekat lagi, di Indonesia khususnya, persaingan yang paling esensial justru bukan antar dokter hewan melainkan kewenangan/otoritas profesi ini yang di beberapa tempat masih harus “bersaing” dengan pekerja-pekerja non profesi. Salah satu contoh nyata seperti yang pernah diungkapkan oleh seorang dokter hewan senior di salah satu lembaga yang bergerak di bidang pengembangan teknologi reproduksi hewan milik pemerintah, dimana beliau mendapat perlakuan “diminoritaskan” di lahan yang merupakan bidang keahlian/legal praktiknya. Sangat miris, dan saya kira masih banyak contoh lain yang bernada sama di negeri ini. Lantas, apa yang dapat kita lakukan?
Investasi SDM
Seperti yang pernah disebutkan dalam tulisan saya di majalah Infovet edisi 195 Oktober 2010 (halaman 56-57) bahwa perubahan itu seharusnya dimulai dari perubahan pada aspek pelaku perubahan, yaitu manusia. Memulai dari manusia kemudian faktor eksternal di luar itu akan secara otomatis menyertai. Maka dari itu, untuk dapat memenangkan persaingan tidak ada pilihan lain kecuali memberikan perhatian lebih pada manusianya (people centred), memusatkan perhatian pada aspek manusia hingga profesi ini memiliki SDM yang berkualitas. Semakin banyak SDM berkualitas yang dimiliki profesi ini akan semakin besar pula peluang yang dimiliki untuk bisa memenangkan persaingan atau kompetisi, bahkan memetik manfaat maksimal dari yang namanya globalisasi.
Dalam sebuah tulisannya, Drh. Ni Luh Putu Mirnawati mengungkapkan bahwa “…belum 100% dokter hewan kita siap bersaing. Mereka merasa masih kurang pengetahuan, belum cukup mampu dan merasa tertinggal jauh”. Untuk mencegah jangan sampai itu terjadi, maka tidak bisa lain kecuali secara sengaja memberikan prioritas kepada investasi SDM. Prioritas ini pada level dasar harus dilakukan sedini mungkin, sejak calon-calon dokter hewan itu duduk di bangku perkuliahannya masing-masing, sejak mereka masih menyandang gelar sebagai ‘mahasiswa’. Pendidikan dan pelatihan adalah salah satu jalan. Catatannya adalah bukan hanya memberikan ilmu pengetahuan yang sekadar ilmu biasa melainkan ilmu pengetahuan yang dilengkapi dengan karakter. Karakter terdiri atas serangkaian nilai-nilai dan proses pembentukannya tidak membutuhkan waktu yang sedikit. Butuh waktu yang lama dan harus dilakukan secara terus menerus hingga suatu ketika nilai-nilai tersebut menjadi karakter diri. Itulah salah satu alasan kenapa investasi SDM yang berlandaskan pembangunan karakter harus dilakukan sedini mungkin.
Profesi ini memiliki peluang dan potensi yang besar untuk bisa maju. Profesi ini tidak hanya dianugerahi generasi penerus yang cerdas tetapi juga semakin bertambah secara kuantitas. Yang dibutuhkan hanyalah lingkungan dan iklim yang kondusif sebagai tempat generasi ini mengembangkan potensi luar biasa yang dimilikinya, membangun budaya unggul (culture of excellences), agar tercapai critical mass yang mencukupi untuk bisa membawa profesi ini maju, maka niscaya profesi ini akan bergerak maju dan siap untuk bersaing. Bahkan kalau perlu menanamkan sebuah “Stockdale Paradox”, yaitu sebuah keyakinan yang kuat bahwa kami pada akhirnya akan berhasil, meski dihadapkan pada rintangan yang amat sulit. Dan pada saat yang bersamaan, kami akan terus berani menghadapi realitas persaingan, betapapun kerasnya derap persaingan itu.
Investasi SDM dokter hewan Indonesia membutuhkan usaha-usaha dan proses yang tentu tidak biasa. Sebuah proses panjang yang membutuhkan kondisi, presistensi, konsistensi, dan irama perubahan yang konstan untuk mencapai sebuah “long lasting change”. Sebuah proses panjang yang dibangun secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, kami kembali membawa harapan tersebut agar mendapat perhatian lebih dari institusi-institusi yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan khususnya, juga stakeholders terkait baik pemerintah, swasta, termasuk media, dan tentu saja Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) serta Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI). Kutipan kalimat di awal penulisan ini merupakan analek Konfusius yang dipakai para pemimpin Cina dan Jepang untuk memajukan negaranya. Makna “tumbuhkanlah manusia” berarti harus bermula pada pembangunan karakter manusia itu sendiri. Jika telah sampai pada tahap ini, seseorang akan menjaga nilai-nilainya dan tidak mudah bagi orang lain atau sistem di luar dirinya untuk mengubah nilai-nilai tersebut. Sebagai informasi, sejak 2009 lalu IMAKAHI telah mencoba mengimplementasikan paradigma berfikir ini melalui supporting system-nya; Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) Corp. Dan saya yakin IMAKAHI terbuka untuk segala jenis masukan dan kerjasama. Semoga ini hanya bagian dari langkah awal pembangunan great system pengelolaan SDM dokter hewan Indonesia sebagai bentuk perhatian dari para pemangku kepentingan, menuju Indonesia yang lebih sehat dan bermartabat.
Salam pemberdayaan! Viva Vets!
*Mahasiswa PPDH angkatan II/2010 FKH-Institut Pertanian Bogor
co. founder Veterinary Integrity and Skill Improvement (VISI) Corp. IMAKAHI
e-mail: vet_arthur@yahoo.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar